Sudah lebih dari 4 jam Yudi bersama 2 rekannya
menunggu didepan pintu kamar UGD (Unit Gawat Darurat) sebuah rumah sakit di
kota metropolitan. Rudi teman mereka bersama pacarnya mengalami kecelakaan
mobil yang lumayan parah tadi pagi sehingga harus dirawat secara intensif di
ruang UGD.
Yudi dan 2 rekannya merasa berkewajiban untuk
membantu teman karibnya karena pihak keluarga Rudi belum ada satupun yang
muncul di rumah sakit. Rudi merupakan anak tunggal dan kedua orang tuanya
berada di sebuah negara Eropa Timur sebagai staf kedutaan besar.
Sedangkan keluarga-keluarga dekat Rudi masih belum
tiba karena tinggal di luar pulau Jawa seperti Pontianak, Tarakan dan Manado.
Beruntunglah Rudi memiliki karib seperti Yudi dan 2 rekannya yang lain untuk
mengurus keperluannya sewaktu dirawat di UGD.
Seorang perawat keluar dari ruang UGD dan menuju ke
arah Yudi sambil membawa sebuah kertas di tangannya. “Mas, ini resep dokter
yang harus segera dibelikan obatnya agar teman Mas besok pagi dapat langsung
disuntik dengan obat itu.”, ungkap perawat tersebut kepada 3 pemuda yang sudah
kelihatan lelah.
“Kira-kira di apotik rumah sakit ini obat itu ada
nggak, Mbak?”, tanya seorang rekan Yudi.
“Kalau ada saya nggak akan minta tolong pada kalian”,
jawab perawat singkat.
“Yuk, dicari!”, ajak Yudi pada 2 temannya.
“Sebentar Mas”, cegah perawat itu.
“Kalian yang mempunyai golongan darah sama dengan
Rudi sebaiknya tinggal disini, jaga-jaga kalau teman kalian membutuhkan darah
lagi dan persedian kami habis”, meneruskan keterangannya.
Akhirnya 3 pemuda itu berembuk dan memutuskan agar Yudi
saja yang mencari obat dan 2 temannya tetap tinggal.
Yudi mengeluh dalam hati sambil mengendarai mobil,
“Cari apotik yang buka jam 1 pagi ini pasti susah, aku nggak seberapa hapal
jalan Jakarta lagi”.
Setelah berkendaraan selama 10 menit akhirnya dia
menemukan sebuah apotik yang masih buka tapi setelah dimasukinya pegawai apotik
tersebut menyatakan kalau obat yang dicari Yudi tak ada. Kejadian tersebut
berulang sampai 4 kali dengan alasan yang mirip, “obat itu habis”, “besok siang
baru siap”, dan sebagainya. Demi teman yang saat ini tergolek di ranjang UGD, Yudi
tak berputus asa meskipun tubuhnya sudah lelah dan ngantuk.
Tanpa berharap banyak Yudi memarkir mobilnya didepan
apotik kecil di ujung jalan yang sempit. “Paling-paling nggak ada lagi”, pikir
Tedy sambil menyerahkan resep obat yang dicarinya kepada pegawai apotik itu,
seorang wanita berumur 30-an.
“Silakan tunggu dulu, saya carikan”, ucap wanita itu
dengan sopan.
Dia mencek dengan komputernya, lalu masuk ke ruangan
berdiding kaca transparan yang terlihat penuh laci obat, keluar lagi dan terus
masuk ke ruangan tertutup. Wanita itu keluar bersama seorang pria berumur 50-an
dengan wajah masih ngantuk.
Sambil mengenakan kaca matanya pria itu berkata pada
Yudi, “Dik, obat ini agak langka, menyiapkannya butuh waktu 1 jam dan yang bisa
menyiapkan cuma cabang kami yang berada di Depok. Sebaiknya adik langsung aja
mendatangi kesana atau kalau adik mau nunggu biar pegawai kami yang ngantar
kesini, gimana?”.
Langsung dijawab Yudi, “Saya tunggu aja disini, Pak!
Capek Pak saya putar-putar carinya! Berapa, Pak?”.
Dijawab oleh wanita disebelah pria itu, “Totalnya Rp
536.500,-“.
Dalam hati Yudi menggerutu, “Busyet, habis nih sisa
gajianku!”.
Jam di dinding apotik menunjukkan setengah dua, hawa
sejuk pagi masuk melalui jendela apotik membuat Yudi yang baru saja duduk
beberapa menit di ruang tunggu menjadi ngantuk. Matanya yang agak sayu mulai
menatap wanita yang sibuk di kounter apotik itu, sementara itu pegawai pria
yang tadi sudah tak terlihat lagi. Dalam hati Yudi mulai berdialog dengan
dirinya sendiri untuk menghilangkan kebosanan, “Kalau diperhatikan cewek itu
cakep juga ya, rambutnya hitam panjang, kulitnya sawo matang, wajahnya mirip
siapa? oh iya kayak penyanyi yang namanya Memes, tingkah lakunya anggun dan
sopan, persis deh, bodinya juga kelihatan oke, bego sekali aku baru
menyadarinya sekarang”. Tatapan mata Yudi yang semula sayu menjadi
berbinar-binar seolah memandang hidangan lezat sewaktu lapar. Rasa ngantuknya
lenyap dalam keheningan ruangan apotik yang hanya ada dia dan pegawai wanita
itu. Dengan mulai berkurangnya aktifitas pegawai wanita itu, ia mulai merasa
kalau sedang diperhatikan. Sedikit curi pandang ke arah Yudi, perasaannya
terbukti benar. Pemuda langsing tinggi, 25-an tahun tapi lumayan tampan yang
duduk didepannya memandang ke arahnya tanpa berkedip. Yudi akhirnya merasa
kalau tatapannya dirasakan oleh wanita itu.
Perhatian Yudi beralih ke barang-barang yang ada di
outlet apotik itu. Bangkit dari tempat duduknya sambil membungkukkan badan ia
melihat satu persatu barang dalam etalase kaca. Dengan penasaran pegawai wanita
itu bertanya pada Yudi, “Mencari apa, Mas?”
“Hanya lihat-lihat kok Mbak!”, jawab Yudi, tapi
pandangannya tertuju pada sederet kotak kondom dengan berbagai merk dan hal ini
tak luput dari perhatian wanita itu.
Perhatian Yudi pada deretan kotan kondom itu begitu
nampak karena dia benar-benar lagi membandingkan kelebihan setiap merk kondom
dengan lainnya melalui tulisan-tulisan yang ada pada kotaknya. Tanpa malu-malu Yudi
bertanya pada pegawai wanita itu, “Mbak, yang merk “A” ini harganya berapa?”
yang dijawab pula oleh wanita itu. “Kalau yang “B”?” “Kalau yang “C”?” Semua
pertanyaan itupun dijawab oleh pegawai wanita itu. Dengan wajah bingung Yudi
menegakkan kembali badannya sambil mendekat ke arah pegawai itu. “Mbak, yang
bagus yang mana?” tanyanya lirih dengan wajah lugu. Pegawai wanita itu menjawab
dengan menggelengkan kepalanya serta tersenyum malu. Dengan wajah kecewa tak memperoleh
jawaban, Yudi membalikkan badan lalu keluar dari apotik itu dan mengambil kotak
rokoknya dari sakunya.
Bersandar pada kusen pintu apotik, Yudi menikmati
setiap sedotan asap rokoknya. Tanpa disadarinya pegawai wanita tadi sudah ada
disampingnya dan mengagetkannya dengan permintaannya, “Mas, boleh minta
rokoknya?” Bagai orang dihipnotis Yudi menghulurkan kotak rokok dan koreknya
kepada wanita. Yudi merasa kaget campur bingung dan heran menatap wanita
disampingnya sedang menikmati sedotan pertama pada sebatang rokok.
“Nggak usah bengong Mas, emangnya kenapa?”, tanya
wanita itu.
“Ah, Nggak, nggak heran kok, sehari habis berapa Pak
biasanya, Mbak?”, tanya Yudi sedikit menggoda.
“Saya merokok kadang-kadang aja kok, Mas!”, jawab
wanita itu.
Setelah itu mereka mengobrol akrab bak 2 orang yang
telah lama berkenalan.
“Mas, tadi tanya soal kondom, apa sudah menikah?”,
tanya wanita itu.
“Belum, makanya saya bertanya, Mbak sudah?”, jawab Yudi
dan berbalik bertanya.
“Sudah 5 tahun”, jawab wanita sambil menunjukkan
kekecewaan di wajahnya.
“Wah, sudah pengalaman dong, jadi menurut Mbak,
sewaktu suami Mbak pakai kondom yang enak rasanya yang merk apa?”, tanya Yudi
seakan hal itu menjadi teka-tekinya.
“Apa kamu sudah punya pacar?”, tanya balik wanita
itu.
Dengan menggelengkan kepala, Yudi menunduk malu
seolah sadar bahwa dia menunjukkan keluguannya, lalu dia berusaha menutupinya
dengan berkata, “Tapi gini-gini pengalamanku nggak kalah sama Mbak! cuman saya
nggak pernah pakai kondom”
“Oh, ya? saya percaya kok”, sindir wanita itu.
“Kalau nggak percaya boleh dicoba!”, tantang Yudi.
Dengan wajah yang memerah dan tersenyum, wanita itu
membuka pintu apotik lalu masuk kembali setelah membuang puntung rokoknya,
meninggalkan Yudi seorang diri. Dengan menggeleng-gelengkan kepala Yudi merasa
sangat tolol setelah menyadari kalau dia baru saja mengeluarkan kata-kata yang
paling bodoh sepanjang pengalamannya berkenalan dengan cewek.
Bahkan saat ini dia belum mengetahui nama dan alamat
wanita yang baru saja bercakap-cakap dengannya selama 30 menit. Sebuah hasil
yang dapat menjatuhkan pamor yang dikenal teman-temannya sebagai seorang yang
ahli memperoleh data tentang cewek dalam berkenalan.
Tak lama kemudian Yudi juga kembali masuk kedalam
apotik dan mendapati pegawai pria apotik itu telah duduk dimeja counter. Merasa
ingin buang air kecil, Yudi menanyakan letak toilet kepada pria itu. Sesuai
petunjuk pria tadi, yudi memasuki lorong panjang dalam apotik itu dan akhirnya
menemukan kamar mandi setengah terbuka yang kelihatan sangat bersih. Dengan
terburu-buru Yudi masuk dan langsung membuka resleting celana jeansnya dan
segera mengeluarkan penisnya dari dalam CDnya lalu, “Ah.. Lega rasanya!”
Rupanya Yudi melupakan menutup pintu kamar mandi.
Dan karena lagi menikmati buang air kecil dia tak merasakan kalau di
belakangnya sudah berdiri pegawai wanita tadi sambil mengamati bentuk dan
ukuran penis Yudi yang lagi menyemburkan cairan urine bak ujung selang.
Setelah membersihkan penisnya dengan tissu yang ada
disampingnya, ia terkejut setengah mati merasakan pundaknya dipegang tangan
halus dan punggungnya merasakan geseran dengan 2 benda tumpul yang lunak.
Menoleh ke belakang ia melihat wajah pegawai wanita tadi.
Dengan napas lega Yudi berkata, “Kukira hantu,
sampai hampir pingsan rasanya!”.
“Aku mau buktikan ucapan Mas diluar tadi!”, ucap
wanita itu sambil tangan kanannya bergerilya memegang pangkal penis Yudi.
Tanpa dikomando burung Yudi langsung mendongkak
keatas memberi penghormatan atas rangsangan genggaman halus tangan wanita itu.
Diikuti helaan napas yang dalam wanita itu menggeser-geserkan daerah vitalnya
yang masih berada dibalik rok dan CDnya ke pantat Yudi.
Dengan serta merta Yudi memutar bagian tubuhnya
hingga berhadapan dengan wanita itu. Lepaslah genggaman wanita itu pada penis Yudi,
tapi pantatnya jadi gantinya, diremas dan ditariknya kearah tubuh wanita itu.
Dua bibir saling bertautan, cumbuan dibalas cumbuan, keduanya saling bercumbu
dengan gairah yang luar biasa.
Dua tangan Yudi menemukan pantat wanita itu dan
meremasnya sambil menarik ketubuhnya. Penis Yudi terhimpit dan bergesek dengan
bagian depan rok wanita itu tepat pada daerah sekitar alat vitalnya, sementara
buah dadanya terhimpit dada Yudi. Di bagian bawah gesek menggesek 2 alat vital
yang berlainan jenis menimbulkan efek yang semakin menjadi-jadi meskipun masih
terhalang oleh rok dan CD wanita itu.
Di bagian tengah dimana gesekan payudara yang
semakin mengeras pada dada Yudi juga terhalang oleh BH, pakaian wanita itu dan
kaos Yudi. Bagian ataslah yang baru bebas dari segala penghalang, lidah Yudi
masuk dalam mulutnya dan mengusap lidah wanita itu dengan liarnya dan dibalas
dengan sedotan dari mulut wanita itu, hal ini terjadi silih berganti sementara
kedua bibir saling melekat satu sama lainnya.
Selang beberapa waktu terjadi genjatan senjata.
Kedua pihak saling melepas halangan yang ada. Pakaian terusan wanita itu
sekarang sudah terlepas semua kancing depannya hingga bagian depan tubuhnya
terbuka bebas. Celana jeans dan CD Yudi juga sudah sampai kebawah, juga kaosnya
yang benar-benar lepas tersampir di gagang pintu kamar mandi sempit yang
tertutup.
Wanita itu kemudian melingkarkan tangannya kebelakan
untuk melepas kancing BHnya, Yudi memanfaat momen itu dengan berjongkok dan
mencumbu perut wanita itu sambil melorotkan CD wanita itu hingga lepas.
Bersamaan dengan lepasnya BH wanita itu, cumbuan bibir Yudi juga bertemu bibir
vaginanya. Desahan dan erangannya merasuki otak Yudi, sedotan mulutnya pada
vagina wanita itu diikuti dengan permainan lidah di klitoris.
Kedua tangan bebas wanita itu segera menangkap dan
menarik bagian belakang kepala Yudi ke arahnya hingga muka Yudi terhimpit
diselakangannya. Sedotan mulut Yudi bertambah kuat bak pompa air yang lagi menyedot
sumur. Sesekali wanita itu agak menjongkok dan dengan tarikan kuat pada kepala Yudi
hingga juluran lidah Yudi dapat masuk kedalam lubang vaginanya yang paling
dalam.
Rangsangan hebat yang diberikan Yudi menghasilkan
gelombang kejut pada wanita itu, denyut-denyut dinding vaginanya mengantarkan
keluarnya cairan kental. Bergelinjang dalam keadaan berdiri membuatnya
terhuyung lemas namun beruntung dinding kamar mandi itu telah dekat dengan
punggungya hingga tersandarlah punggungnya di dinding. Dekapan Yudi setelah
bangkit dari jongkoknya juga membantu wanita itu untuk tetap berdiri sambil
bersandar pada dinding kamar mandi.
Dalam dekapan Yudi, mata wanita itu terpejam
merasakan kepuasan sesaat, payudaranya menempel pada dada Yudi yang berbulu
tipis, dan napasnya yang tadinya terengah-engah mulai teratur kembali. Penis Yudi
menempel ketat pada daerah kemaluan wanita itu hingga merasakan kehangatan yang
basah.
Yudi mulai mencumbu mulut wanita itu dan sedikit
demi sedikit diber jalan hingga pergumulan kedua mulut tak dapat dihindarkan
kembali. Diikuti gerakan pinggul dan pantat, mengakibatkan geseran penis Yudi
pada bibir vagina wanita mulai terasa nikmatnya bagi kedua belah pihak.
Lalu wanita itu membuat rangkulan tangan serta
usapan di punggung dan belakang kepala Yudi. Terprovokasi oleh rangsangan yang
diberikan wanita itu, Yudi mulai sedikit berjongkok hingga ujung penisnya
menempel bagian depan lubang vagina lalu dengan gerakan meluruskan kembali
kakinya, naik dan masuklah seluruh batang kemaluannya kedalam liang kenikmatan
wanita itu yang telah licin dengan tiba-tiba.
Kaget oleh sentakan Yudi, keduanya melepaskan ciuman
mulut, “Akh..!”, jerit wanita itu dengan mulut terbuka dan diikuti dengan
desahan, “Ah.. ah.. ah..” ketika Yudi memompa batang kemaluannya kebawah dan
keatas. Dua insan berlainan jenis telah memulai hubungan sebadan sambil berdiri
dalam kamar mandi apotik yang sempit.
Mulut Yudi mulai menghisap bagian kiri leher wanita
itu lalu sesekali pada telinga kirinya. Dengan berputarnya waktu dan berbagai
rangsangan yang saling diterima keduanya, wanita itu semakin merasa lemas pada
bagian kakinya karena memaksakan diri untuk merengguk kepuasan meskipun telah
berorgasme 2 kali.
Akhirnya dengan tetap menyandarkan punggungya pada
dinding kamar mandi ia meminta tangan Yudi untuk menahan pantatnya lalu
mengaitkan kedua kakinya pada bagian belakang kaki Yudi. Sambil membopong
wanita itu Yudi tetap melakukan pemompaan batang kemaluannya pada vagina wanita
itu. Kekuatan Yudi ada batasnya, akhirnya dilepaskannya kaki kanan wanita itu
agar dapat menopang tubuh wanita itu sendiri. Dengan tangan kanan tetap
memegang paha kiri wanita itu, Yudi mempercepat gerakan pompanya.
“Aduh Mas aku mau keluar lagi, ssh..”, ucap wanita
itu sambil menggigit bibir atasnya.
Yudipun segera melepas beban yang sedari tadi
ditahannya, penisnya berdenyut hebat dalam liang kenikmatan, menyemprotkan
cairan sperma bagai semburan ular berbisa. Merasakan semburan cairan hangat
dalam liangnya, wanita itu pun tak kuasa menahan orgasmenya. Keduanya saling
berangkulan sampai penis Yudi keluar dari liang kenikmatan dalam keadaan kosong
dan lemas. Diakhiri dengan saling ciuman bibir, keduanya membersihkan diri,
mengenakan kembali pakaian yang lepas, dan keluar dari kamar mandi.
Yudi melihat waktu pada jam dinding apotik
menunjukkan pukul 3 pagi dan setelah menerima obat pesanannya yang baru tiba
itu dari pegawai pria apotik itu, dia langsung keluar menuju mobilnya dan
melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga sampai rumah sakit tempat
kawannya dirawat.
Kemudian dia memberikan obat serta kopi resepnya itu
pada perawat jaga lalu duduk termenung di ruang tunggu sambil berusaha
mengingat kejadian sensasional di apotik tadi. Lalu dari kejauhan lorong rumah
sakit didepannya dia melihat Joni dan Rio, kedua kawannya, keluar dari sebuah
ruangan dengan wajah suka cita, diikuti 2 perawat, yang seorang berumur 40-an
dan satunya 20-an.
Kedua perawat yang berjalan dibelakang Joni dan Rio
terlihat sedang membetulkan seragamnya dan berusaha menutup kancing bagian
atasnya. Pemandangan ini tak luput dari penglihatan Yudi.
Kira-kira apa yang telah dilakukan Joni dan Rio?
Donor darah merah atau putih? Kenapa mereka kelihatan senang sekali? Itulah
semua pertanyaan dalam benak Yudi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.